
Jakarta – Kasus buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Harun Masiku yang belum tertangkap selama lebih dari lima tahun kembali mencuat ke permukaan. Mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan, membuat pengakuan mengejutkan bahwa ia pernah menawarkan diri untuk secara langsung terlibat dalam tim penangkapan Harun Masiku, namun tawarannya tersebut ditolak oleh pimpinan KPK saat itu, Firli Bahuri.
Pengakuan Novel Baswedan ini disampaikan di tengah proses persidangan kasus dugaan perintangan penyidikan yang melibatkan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, yang disebut-sebut terkait dengan upaya pencarian Harun Masiku. Dalam persidangan tersebut, seorang penyelidik KPK bersaksi telah mengetahui keberadaan Harun Masiku.
Novel Baswedan, yang saat tawaran itu dibuat masih berstatus sebagai penyidik aktif di KPK, merasa memiliki kapasitas dan pengalaman yang mumpuni untuk memburu buronan sekelas Harun Masiku. Namun, ia menyatakan bahwa niatnya tersebut tidak mendapatkan sambutan positif dari pimpinan KPK yang saat itu diketuai oleh Firli Bahuri.
“Saya pernah menawarkan diri untuk ikut dalam tim pencarian atau penangkapan Harun Masiku,” ujar Novel Baswedan. Ia melanjutkan, “Tetapi para pimpinan KPK saat itu, yaitu Firli Bahuri dkk, tidak mau.”
Menurut Novel, respons dari pimpinan KPK, khususnya Firli Bahuri, adalah dengan tidak merespons dan mendiamkan tawaran tersebut. Sikap ini, dalam pandangan Novel, mengindikasikan ketidakadaan keinginan kuat dari pimpinan KPK saat itu untuk segera menangkap Harun Masiku.
Lebih jauh, Novel Baswedan juga mengaitkan penolakan tawarannya dengan nasib tim penyidik yang memiliki informasi penting mengenai keberadaan Harun Masiku. Ia menyebutkan bahwa tim yang memiliki informasi krusial terkait perburuan Harun Masiku justru disingkirkan dari KPK melalui proses Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang kontroversial pada tahun 2021. Seperti diketahui, Novel Baswedan termasuk dalam 57 pegawai KPK yang diberhentikan karena tidak lolos TWK.
“(Firli Bahuri) tidak merespons dan mendiamkan. Itu artinya dia tidak mau (Harun Masiku ditangkap). Selain itu, tim pencariannya juga semua disingkirkan dengan TWK,” tegas Novel, menyiratkan adanya dugaan upaya sistematis untuk menghambat penangkapan Harun Masiku di era kepemimpinan Firli Bahuri.
Novel Baswedan sebelumnya memang kerap menyuarakan keyakinannya bahwa selama KPK dipimpin oleh Firli Bahuri, Harun Masiku tidak akan tertangkap. Dengan berlalunya kepemimpinan Firli Bahuri di KPK, Novel berharap ada titik terang dalam perburuan buronan kasus suap PAW anggota DPR RI tersebut.
Harun Masiku telah menjadi simbol belum tuntasnya penanganan kasus korupsi oleh KPK dan menjadi beban bagi citra lembaga antirasuah. Kasus ini bermula dari OTT pada Januari 2020, namun Harun Masiku berhasil lolos dan menghilang hingga kini. KPK menduga Harun terlibat dalam suap terkait proses PAW anggota DPR yang juga menyeret nama mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Pengakuan Novel Baswedan ini menambah daftar panjang isu dan dugaan kejanggalan dalam penanganan kasus Harun Masiku di era kepemimpinan sebelumnya. Berbagai pihak, termasuk pegiat antikorupsi dan anggota DPR, mendesak agar KPK saat ini menindaklanjuti temuan-temuan dan kesaksian yang muncul di persidangan untuk mengusut tuntas dugaan perintangan penyidikan dan pihak-pihak yang mungkin terlibat di dalamnya, termasuk mantan pimpinan KPK.
Novel Baswedan menegaskan kembali bahwa semua buronan KPK harus segera ditangkap, termasuk Harun Masiku. Ia berharap pimpinan KPK saat ini memiliki komitmen kuat dan keberanian untuk menyelesaikan kasus ini demi mengembalikan kepercayaan publik terhadap efektivitas KPK dalam memberantas korupsi. Keberadaan Harun Masiku yang tak kunjung terdeteksi selama bertahun-tahun memang terus menimbulkan pertanyaan besar di masyarakat mengenai kendala riil yang dihadapi KPK dalam penangkapan buronan kasus korupsi.